Senin, 30 Januari 2012

RESENSI NOVEL 11 PATRIOT



Judul novel      : Sebelas Patriot
Penulis             : Andrea Hirata
Penerbit           : Bentang Pustaka
Cetakan           : Juni 2011
Tebal               : 116 halaman

Sinopsis:
Novel ini mengisahkan seorang anak yang bernama Ikal yang bermimpi untuk menjadi pemain sepak bola dan menjadi kebanggaan bagi ayahnya. Kecintaan Ikal pada bola berawal dari ia menemukan sebuah album foto yang disembunyikan oleh orang tuanya. Sebenarnya Ikal dilarang untuk melihatnya. Karena rasa penasarannya itu, ia mengambilnya dengan sembunyi-sembunyi. Lalu Ikal membuka-buka album foto itu, tiba-tiba Ikal menemukan foto ayahnya yang kusam. Dalam foto tersebut, ayahnya memakai seragam sepak bola sambil memegang piala. Anehnya, sang ayah dalam foto tersebut tidak menampilkan wajah yang bahagia dan tidak tersenyum. Setelah bertanya dan mendengar cerita dari seorang kawan lama sang ayah, tahulah Ikal bahwa ayahnya yang amat sangat dicintai dan dikaguminya itu pernah menjadi salah seorang Bintang Sepak Bola di kampungnya ketika jaman penjajahan Belanda.
Sang ayah adalah satu dari tiga bersaudara yang sangat mencintai sepak bola yaitu si Bungsu. Ayah Ikal yang berperan sebagai pemain sayap kiri, sedangkan kakak pertamanya bertindak sebagai gelandang dan kakak keduanya melesat di posisi kanan luar. Kepiawaian mereka di lapangan sepak bola dianggap Belanda sebagai ancaman yang tidak main-main, yang pada saat itu Indonesia diduduki oleh Belanda. Van Holden, sebagai utusan VOC di Indonesia, memahami bahwa keberadaannya di negeri ini berkaitan juga dengan politisi utusan ratu Belanda.
Setiap aspek, termasuk sepak bola, adalah politik dan ia akan menggunakan untuk satu tujuan yaitu mensejahterakan penduduk Belanda di Indonesia.  Pemain-pemain Indonesia selalu dipaksa kalah dalam setiap turnamen melawan kompeni. Pengaturan skor, penyuapan wasit selalu mewarnai persepak bolaan negeri ini. Bahkan hingga saat ini, isu tindakan curang seperti itu tak pernah hilang. Lagi pula, selama ini tak ada yang berani mengalahkan tim sepak bola gabungan Belanda. Maka, kepopuleran tiga bersaudara itu dapat mengancam posisi Belanda. Simpati pada tiga bersaudara itu dapat berkembang menjadi lambang pemberontakan sekaligus mengancam kejayaan tim sepak bola Belanda.
Demi untuk memuluskan tujuannya, Van Holden melakukan berbagai cara. Dari melarang ketiga saudara itu  tampil dalam kompetisi sepak bola sampai mengurung dan akan  diberi hukuman kerja rodi kepada pelatih dan tiga bersaudara itu. Setelah kembali dari pulau buangan, tiga bersaudara kembali bekerja di parit tambang. Tak lama kemudian ada kompetisi sepak bola antara tim Belanda melawan para kuli parit tambang. Sebelas pemain, sebelas patriot, termasuk tiga bersaudara kembali bermain.
Pertandingan itu dimenangkan oleh tim parit tambang dengan skor 1-0. Gol satu-satunya yang dicetak si bungsu. Ribuan penonton menyerbu lapangan dan si bungsu. Si bungsu berteriak Indonesia...Indonesia...Indonesia. Kalimat itu disambut oleh teriakan ribuan penonton lainnya. Teriakan penuh semangat yang luar biasa dan tanpa henti. Belanda pun mendengarnya. Usai pertandingan pelatih dan tiga bersaudara diangkut ke tangsi. Mereka dikurung selama seminggu. Ayah Ikal pulang dengan tempurung kaki kiri yang hancur. Ia tidak bisa bermain sepak bola lagi, waktu itu usianya baru 17 tahun.
Mengetahui begitu besar peran ayahnya pada masa itu, Ikal bertekad untuk  meneruskan jejak ayahnya dan dengan semangat yang tinggi. Berkali-kali mencoba menjadi pemain sepak bola junior PSSI, namun selalu gagal. Rasa sedih, kecewa, dan mersa bersalah pada ayahnya, sangat memukul jiwa Ikal. Namun kata-kata motivasi dari ayahnya membuatnya bangkit lagi.
Menyadari ketidakmungkinannya menjadi pemain sepak bola, membuat Ikal puas menjadi pendukung sepak bola terutama PSSI. Atas kecintaannya terhadap sepak bola dan perjuangan ayahnya, membuat Ikal dengan penuh perjuangan mendapatkan baju seragam milik Luis Figo, langsung dari markas Real Madrid di Santiago Bernabeu , Spanyol. Ia pun juga mendapat tanda tangan asli Luis Figo dengan bekerja sebagai backpacker siang malam, agar uangnya bisa mencukupi harga kaos itu. Dan ia berhasil mendapatkannya. Dimana baju Luis Figo, pemain Real Madrid itu adalah idola sang ayahnya. Bahkan ia berhasil juga menonton pertandingan antara Real Madrid vs Valencia, langsung dari tribun di stadion Santiago Bernabeu.
Jika dibandingkan dengan novel karyanya yang lain, novel Sebelas Patriot ini terlalu tipis, hanya 116 halaman saja. Padahal masih banyak bagian yang masih bisa dijabarkan dan diuraikan lagi.
Namun secara keseluruhan gaya bahasa dan penyampaiannya yang sederhana, ringan, dan sangat mudah dicerna oleh semua orang. Novel ini bisa dijadikan pendukung semangat persepakbolaan Indonesia, untuk mencintai negara dan PSSI. Pengarang juga menggabungkan cerita yang haru, lelucon dan inspirasi dalam novel ini. Novel ini juga menyertakan 1 CD yang berisi tiga lagu karya Andrea Hirata yang temanya sepak bola. Lagu itu berjudul “PSSI Aku Datang”, “Sebelas Patriot”, dan “Sorak Indonesia”. Lagu ini mudah dicerna dan mudah dinyanyikan. Lagu ini tentang semangat, lagu untuk para suporter, demi mengguncangkan gelora cinta pada Indonesia, demi mendukung PSSI dan tim olahraga Indonesia saat bertanding.